h1

Kisah Terpendam Para Mempelai Belia

15 Juni 2011
Oleh Cynthia Gorney
Foto oleh Stephanie Sinclair

Hari sudah agak sore ketika tiga pengantin putri belia di Rajasthan mandi dan ber­pakaian, mempersiapkan diri untuk menjalani upacara sakral. Mengingat perkawinan itu melanggar hukum dan dirahasiakan, kecuali bagi para tamu undangan, upacara perkawinan di permukiman pertanian gersang di utara India itu biasanya dilangsungkan pada malam hari.
 
Ketiganya berjongkok bersebelahan di luar rumah. Beberapa perempuan desa mem­bentangkan kain sari mengelilingi mereka, seperti tirai darurat, lalu menuangkan air sabun dari panci logam ke atas kepala mereka. Dua orang pengantin, kakak-beradik Radha dan Gora, berusia 15 dan 13 tahun, sudah cukup besar sehingga memahami kejadian yang tengah berlangsung itu. Pengantin yang ke­tiga, keponakan mereka, Rajani, baru berusia 5 tahun. Dia mengenakan kaus merah muda bergambar kupu-kupu di bahu. Se­orang pe­rempuan dewasa membantunya me­lepaskan kaus itu agar dia bisa dimandikan.Para pengantin pria sedang dalam perjalanan dari desa mereka dan diperkirakan tiba dengan hati riang dan mabuk. Satu-satunya orang di situ yang pernah bertemu dengan para pengantin pria adalah ayah kedua ga­dis remaja itu, seorang petani yang sudah beruban, bertubuh langsing dan tegak, serta ber­kumis panjang. Petani ini, sebut saja Pak M, tampak bangga sekaligus khawatir saat meng­awasi para tamu yang berjalan mengular me­nyusuri jalan berbatu menuju tenda dari kain sutra berwarna cerah. Dia tahu bahwa jika polisi yang tidak mempan suap tahu apa yang sedang berlangsung, upacara perkawinan itu bisa saja dihentikan, keluarganya ditahan dan terpaksa menanggung malu berkepanjangan.Rajani adalah cucu Pak M, anak putri su­lung­nya yang sudah menikah. Matanya bulat co­kelat, hidungnya kecil pesek, dan kulitnya cokelat susu. Dia tinggal bersama kakek dan ne­neknya. Menurut penduduk desa, Pak M ini­lah yang paling menyayangi Rajani; buktinya dia mencarikan pengantin pria untuknya dari ke­luarga terpandang yang juga akan menikahi bibinya, Radha. Dengan demikian, Rajani tidak akan kesepian setelah melakukan gauna, upacara di India yang menandai kepindahan pengantin perempuan dari rumah keluarganya ke rumah keluarga suaminya. Apabila perempuan India menikah saat masih anak-anak, upacara gauna berlangsung setelah si anak mencapai usia akil balig, sehingga Rajani akan tinggal bersama ka­kek dan neneknya selama beberapa tahun lagi—dan Pak M melakukan hal yang baik untuk me­lindungi anak ini sampai masa akil balig, kata penduduk desa, dengan menunjukkan ke­pada umum bahwa anak itu sudah menikah.

 
Selengkapnya : http://nationalgeographic.co.id/featurepage/219/pernikahan-dini/1

Tinggalkan komentar