h1

Segara

23 Februari 2014

Aku masih ingat air mata yang ku jatuhkan di Segara Anak dulu
Disaat ku rasa diri ini hanya deru di matamu
Mengapa padang bulan tak mampu mengusir kabut
Dan senyumpun tak mampu terhias lagi
Menatapmu hanya emosi yang segera terluap ke segara

Marahpun ku tak kuasa, kasihku
Memang tanya lebih sesak daripada kudaki barisan bukit senja itu
Menghitung langkah sama dengan tercecarnya pertanyaan di dadaku
Pertanyaan yang akan kubawa jawabannya darimu

Maka segara meredam muntahan magma di kaldera
Memberi damai hanya menatap langit di barisan gunung

Air mata masih jatuh di Segara Anakan
Tak terbendung dan terus mengalir menuju Tuhanku
Kabut di kejauhan terimbas kiranya di mata

Hancurkan kecamuk ini pelan-pelan, sayangku
Seperti luruhnya bebatuan magma yang menjadi pasir
Dan walau diammu adalah pemakluman bagiku
Cintaku tetap mengalir jauh tak berujung
Aliran sulfur, bercampur batu, bertemu pasir,
mengawini air, sebagian menguap ke angkasa,
lalu berebut tuk turun lagi

Maka kembali ku rebahkan badan di tepian segara
Biarlah dingin, biarlah kalut
Karena ingin ku bekukan semua waktuku
Dan tetap mencintaimu

Segara Anakan
Isya, 20 April 2013

Tinggalkan komentar